Selasa, 11 April 2023

 

Doa Pembuka Lagu Pujian

Pembacaan Firman Tuhan

Tema: Kerendahatian memberikan kepedulian (Filipi 2:2-4).

 

Karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

 

 


Tujuan Pembacaan: Membentuk sifat berbagi dan peduli sebagai bagian dari nilai-nilai UKI dalam diri dosen dan mahasiswa.

Firman Tuhan dalam Filipi 2: 2-4 menceritakan adanya ancaman perselisihan dan perpecahan dalam jemaat oleh karena tidak lagi sehati dan sepikir. Hal ini yang mendorong Rasul Paulus mengajak jemaat di Filipi untuk sehati dan sepikir dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan. Paulus mendorong jemaat agar bersikap rendah hati dan mengutamakan kepentingan orang lain lebih dari kepentingan pribadi. Ini juga sama sulitnya. Sebab sebagai manusia kita cenderung untuk mencari penghormatan dan harga diri. Oleh sebab itu Paulus menasehati kita untuk menaruh pikiran dan perasaan seperti yang terdapat pada Kristus, dengan mengosongkan diri. Artinya, tidak berperilaku egois, sombong, merasa yang paling berhak, namun sebaliknya berperilaku Kristus dengan selalu menebar kasih dan kepedulian yang besar terhadap sesama.

Ternyata sebuah penelitian yang dilakukan berkenaan dengan berbagi dan peduli dapat memberikan efek yang positif. Dalam buku yang berjudul "Why Good Things Happen to Good People" karya Stephen Post, seorang profesor kedokteran pencegahan di Stony Brook University, menulis bahwa memberi kepada orang lain telah terbukti meningkatkan kualitas sehat pada tubuh seseorang dan bisa meringankan penyakit kronis, termasuk HIV dan multiple sclerosis. Dari buku tersebut dapat kita ketahui bahwa berbagi itu berdampak besar bagi kita dan bermanfaat bagi orang lain.1

 

Tuhan ingin setiap kita baik dosen dan mahasiswa serta tendik, menjadi kesaksian dan berkat untuk banyak orang melalui hidup kita, sebuah aksi nyata yang tidak hanya berhenti di kata yang terucap. Dunia memerlukan bukti, bukan janji atau sebuah jargon belaka, supaya dunia bisa menyaksikan dan merasakan kasih juga kepedulian-Nya melalui kita dosen dan mahasiswa. TUHAN ingin setiap kita, mau membuka hati, supaya dunia boleh menerima kasih Allah. Dosen dan mahasiswa merupakan representatif gereja yang ada di perguruan tinggi adalah perwujudan kasih Kristus di dunia, sebab itu, seharusnya dosen dan mahasiswa menghadirkan suasana surga di tengah-tengah lingkungan belajarnya, dengan berbagi dan peduli. Karena tanpa kasih dan kepedulian, maka kita belum tidak melaksanakan misi Tuhan untuk dunia.2 (DRK)

Doa Penutup: (jika ada yang ingin di doakan, petugas doa meminta pokok-pokok doa untuk di doakan di kelas).

 

1 https://bpkpenabur.or.id/jakarta/smak-2-penabur/berita/berita-lainnya/berbagi-kasih.

 

Tuhan Yesus Memberkati

Rabu, 12 April 2023

 

 

Doa Pembuka Lagu Pujian

Pembacaan Firman Tuhan

Tema: Kedisiplinan untuk Bersabar Menunggu (Ibrani 6:15)

 

Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya.”

 

Tujuan Pembacaan: Membentuk sifat disiplin sebagai bagian dari nilai-nilai UKI dalam diri dosen dan mahasiswa.

seekor  gajah  dan  seekor  anjing  hamil  pada  saat  yang  sama.  Tiga  bulan kemudian anjing melahirkan enam anak anjing. Lalu, enam bulan kemudian anjing itu hamil lagi, dan sembilan bulan berikutnya anjing itu melahirkan selusin anak anjing yang lain. Demikian seterusnya. Pada bulan kedelapan belas, anjing itu mendekati gajah sambil bertanya, “Apakah kau yakin bahwa kau sedang hamil? Kita hamil pada tanggal yang sama, saya telah melahirkan tiga kali untuk lusinan anak anjing dan sekarang mereka tumbuh menjadi anjing besar. Tetapi kau masih saja hamil. Apa yang sedang terjadi?” Gajah itu menjawab, “Ada sesuatu yang saya ingin kau mengerti. Apa yang saya bawa bukan anjing tetapi gajah. Saya hanya melahirkan satu bayi gajah dalam dua tahun. Ketika bayi saya menyentuh tanah, bumi akan merasakannya. Ketika bayi saya melintasi jalan, manusia berhenti dan melihat dengan kekaguman, apa yang saya bawa menarik perhatian. Jadi, apa yang saya bawa dalam perut ini perkasa dan besar.”1

Dari cerita di atas kita mendapat suatu gambaran bahwa gajah bersabar menunggu kelahiran anaknya. Ia tahu bahwa apa yang ia tunggu adalah kelahiran seekor anak gajah, hewan besar yang mengagumkan yang pernah ada di muka bumi.

Bagaimana dengan kita? Apakah ada impian, cita-cita atau harapan yang kita tunggu? Apakah ketika impian, cita-cita atau harapan yang kita tunggu itu tak juga tiba setelah sekian lama, masihkah kita menunggu? Menunggu memang pekerjaan yang tidak mudah. Bahkan tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa menunggu adalah pekerjaan yang membosankan.

Tahukah Anda bahwa Alkitab banyak menceritakan tentang orang-orang yang menunggu apa yang mereka impikan dan harapkan? Misalnya saja Abraham dan Sara. Mereka harus menunggu selama kurang lebih 25 tahun untuk memperoleh Ishak, anak yang dijanjikan Tuhan. 25 tahun tentu bukan waktu yang singkat. Lalu apa kuncinya sehingga Abraham dan Sara mampu menunggu selama 25 tahun? Jawabannya adalah kedisiplinan. Ya, kedisiplinan untuk bersabar menunggu janji Tuhan. Kitab Ibrani menyatakan bahwa Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya (Ibrani 6:15).

Peter Marshall mengatakan, “Teach us, O Lord, the diciplines of patience, for to wait is often harder than to work.” Jelaslah bahwa menunggu itu memerlukan kedisiplinan untuk bersabar. Rekan-rekan dosen, dan mahasiswa Universitas Kristen Indonesia, jika engkau memiliki impian, cita-cita atau harapan, mungkin jurnal internasional terindeks, jenjang jabatan akademik, atau promosi jabatan, sebagai mahasiswa ingin berprestasi dengan kelulusan “cum laude” dan lain sebagainya, latihlah dirimu untuk disiplin, bukan hanya disiplin untuk bekerja keras meraihnya, tetapi juga disiplin untuk bersabar menunggu sampai hari itu tiba. Dalam waktunya Tuhan, bukankah semua akan indah? (PDS)

 

Doa Penutup: (jika ada yang ingin di doakan, petugas doa meminta pokok-pokok doa untuk di doakan di kelas)

1 K. Tatik Wardayati, Kisah Gajah dan Anjing yang Hamil, https://intisari.grid.id/read/0331067/kisah-anjing-dan-gajah-yang-hamil (diakses pada 2 Desember 2021).

Tuhan Yesus Memberkati

Rabu, 12 April 2023

 

Doa Pembuka Lagu Pujian

Pembacaan Firman Tuhan

Tema: Kedisiplinan untuk Bersabar Menunggu (Ibrani 6:15)

 

Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya.”

 

Tujuan Pembacaan: Membentuk sifat disiplin sebagai bagian dari nilai-nilai UKI dalam diri dosen dan mahasiswa.

Seekor  gajah  dan  seekor  anjing  hamil  pada  saat  yang  sama.  Tiga  bulan kemudian anjing melahirkan enam anak anjing. Lalu, enam bulan kemudian anjing itu hamil lagi, dan sembilan bulan berikutnya anjing itu melahirkan selusin anak anjing yang lain. Demikian seterusnya.

Pada bulan kedelapan belas, anjing itu mendekati gajah sambil bertanya, “Apakah kau yakin bahwa kau sedang hamil? Kita hamil pada tanggal yang sama, saya telah melahirkan tiga kali untuk lusinan anak anjing dan sekarang mereka tumbuh menjadi anjing besar. Tetapi kau masih saja hamil. Apa yang sedang terjadi?” Gajah itu menjawab, “Ada sesuatu yang saya ingin kau mengerti. Apa yang saya bawa bukan anjing tetapi gajah. Saya hanya melahirkan satu bayi gajah dalam dua tahun. Ketika bayi saya menyentuh tanah, bumi akan merasakannya. Ketika bayi saya melintasi jalan, manusia berhenti dan melihat dengan kekaguman, apa yang saya bawa menarik perhatian. Jadi, apa yang saya bawa dalam perut ini perkasa dan besar.”1

Dari cerita di atas kita mendapat suatu gambaran bahwa gajah bersabar menunggu kelahiran anaknya. Ia tahu bahwa apa yang ia tunggu adalah kelahiran seekor anak gajah, hewan besar yang mengagumkan yang pernah ada di muka bumi.

Bagaimana dengan kita? Apakah ada impian, cita-cita atau harapan yang kita tunggu? Apakah ketika impian, cita-cita atau harapan yang kita tunggu itu tak juga tiba setelah sekian lama, masihkah kita menunggu? Menunggu memang pekerjaan yang tidak mudah. Bahkan tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa menunggu adalah pekerjaan yang membosankan.

Tahukah Anda bahwa Alkitab banyak menceritakan tentang orang-orang yang menunggu apa yang mereka impikan dan harapkan? Misalnya saja Abraham dan Sara. Mereka harus menunggu selama kurang lebih 25 tahun untuk memperoleh Ishak, anak yang dijanjikan Tuhan. 25 tahun tentu bukan waktu yang singkat. Lalu apa kuncinya sehingga Abraham dan Sara mampu menunggu selama 25 tahun? Jawabannya adalah kedisiplinan. Ya, kedisiplinan untuk bersabar menunggu janji Tuhan. Kitab Ibrani menyatakan bahwa Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya (Ibrani 6:15).

Peter Marshall mengatakan, “Teach us, O Lord, the diciplines of patience, for to wait is often harder than to work.” Jelaslah bahwa menunggu itu memerlukan kedisiplinan untuk bersabar. Rekan-rekan dosen, dan mahasiswa Universitas Kristen Indonesia, jika engkau memiliki impian, cita-cita atau harapan, mungkin jurnal internasional terindeks, jenjang jabatan akademik, atau promosi jabatan, sebagai mahasiswa ingin berprestasi dengan kelulusan “cum laude” dan lain sebagainya, latihlah dirimu untuk disiplin, bukan hanya disiplin untuk bekerja keras meraihnya, tetapi juga disiplin untuk bersabar menunggu sampai hari itu tiba. Dalam waktunya Tuhan, bukankah semua akan indah? (PDS)

 

Doa Penutup: (jika ada yang ingin di doakan, petugas doa meminta pokok-pokok doa untuk di doakan di kelas)

1 K. Tatik Wardayati, Kisah Gajah dan Anjing yang Hamil, https://intisari.grid.id/read/0331067/kisah-anjing-dan-gajah-yang-hamil (diakses pada 2 Desember 2021).

Tuhan Yesus Memberkati

Kamis, 13 April 2023

 

Doa Pembuka Lagu Pujian

Pembacaan Firman Tuhan

Tema: Filsafat Kerendahhatian

Tujuan Pembacaan: Membangun sikap rendah hati sebagai bagian dari nilai-nilai UKI dalam diri dosen dan mahasiswa.

Kesombongan  adalah  bentuk  antonim  dari  rendah  hati.  Orang  yang  sombong berarti orang yang meninggikan hatinya (meninggikan diri), karena merasa bahwa ia “memiliki” sesuatu yang juga dia rasa melebihi dari orang lain. Kesombongan menghasilkan sebuah karakter yang “terpaksa” karena seseorang yang sombong itu harus berusaha memenuhi apa yang akan dia sombongkan. Rendah hati menjadi musuh baginya.

Kebalikannya, orang yang rendah hati adalah orang yang memperlihatkan sikap hidup bahwa apa yang dia miliki bukanlah sesuatu yang dapat dibawa mati (maksudnya benda-benda yang dinikmati selama hidupnya). Rendah hati menjadi simbol bahwa seseorang begitu memahami “kehidupan sebagai kemurahan dari Tuhan”—artinya, Tuhanlah yang memberikan kehidupan itu, dan segala sesuatu yang didapatkan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan itu sendiri. 

Menjadi rendah hati tentu tidak mudah. Kita perlu membuang ego (mau menang sendiri), kesombongan, dan kemunafikan (hipokrisi). Sebaliknya, kita perlu menampilkan kebaikan, kepedulian, ketulusan (berdasar kasih) dan kejujuran dalam bersikap. Sikap rendah hati adalah wujud dari perilaku yang mengenal dan memahami Tuhan, bahwa Dialah yang membuat kehidupan itu lebih bermakna, berguna, berbuah.

Ketika sikap rendah hati pudar, maka kesombongan akan muncul. Kesombongan seringkali menggerogoti jatidiri sehingga lambat laun menjadi buruk. Siapa yang sombong, tidak melakukan kebenaran di hadapan Tuhan; siapa yang sombong menghasilkan kecongkakan. Sebaliknya, siapa yang rendah hati, dialah orang berhikmat, dialah orang yang dikasihi Tuhan, dialah orang yang akan dihormati, dialah yang menerima pujian, dan dialah yang akan menerima kekayaan, kehormatan, dan kehidupan dari Tuhan (Amsal 22:4).

Terkadang menjadi rendah hati mendapat tantangan dan hambatan tersendiri. Kerasnya perjuangan untuk menghidupi “hidup” membuat beberapa orang—setelah berhasil—menjadi sombong dan merasa bahwa apa yang dia dapatkan setelah menempuh perjuangan yang lama, adalah usahanya sendiri. Kesombongan lahir dari mereka yang merasa bahwa ia dapat bertindak dan berusaha sendiri tanpa Tuhan.

Namun, mereka yang berhasil setelah menempuh perjuangan yang panjang, dan masih tetap rendah hati, adalah mereka yang hatinya begitu kuat dalam prinsip, dan benar-benar memahami bahwa Tuhan di atas segala- galanya. Seperti yang penulis Amsal katakan: “berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya” (Amsal 10:22). Atau dalam Terjemahan Lama, dikatakan: “Bahwa berkat Tuhan juga yang menjadikan kaya, dan tiada disertainya dengan kedukaan”. Juga terjemahan Versi Mudah Dibaca: “Berkat TUHAN membuat engkau sejahtera dan tidak mendatangkan kesulitan.”

Hanya Tuhanlah yang memberikan kita kehidupan, kekuatan, dan kesempatan untuk mendapatkan (meraih) berkat-berkat-Nya. Jikalau Ia tidak memberikan kehidupan, “mustahil kita dapat bergerak”; jikalau Ia tidak memberikan kekuatan, “mustahil kita dapat bekerja”; jikalau Ia tidak memberikan kita kesempatan, mustahil kita dapat meraih berkat”. Semua itu mendidik kita menjadi pribadi yang “rendah hati”. Itulah filsafat kerendah-hatian.

Filsafat kerendah-hatian memperlihatkan kondisi kehidupan manusia di mana di dalam kondisi tersebut, manusia berjuang untuk hidup sekaligus mengasah diri untuk tetap menjadi rendah hati. Kita terus belajar tentang hidup, tentang kekuatan, dan tentang kesempatan. Ketiganya menyatu untuk mendidik kita menjadi orang yang benar di hadapan Tuhan, dan menjadi berkat bagi sesama.

Filsafat kerendah-hatian mengajarkan kita tujuh hal penting:

Pertama, menjadi rendah hati berarti tahu bahwa diri kita terbatas dalam segala hal, membutuhkan Tuhan dan mengandalkan Dia senantiasa.

Kedua, menjadi rendah hati berarti tahu bahwa diri kita juga memerlukan bantuan orang lain.

Ketiga, menjadi rendah hati berarti tahu bahwa diri kita tidak hidup sendiri di dunia ini. Kita harus membangun komunikasi dan relasi dengan sesama, karena dari merekalah kita belajar rendah hati.

Keempat, menjadi rendah hati berarti tahu bahwa diri kita memiliki potensi yang tak terduga untuk menggapai apa yang kita harapkan. Potensi ini haruslah melihat bahwa kehidupan, kekuatan, dan kesempatan adalah pemberian Tuhan yang dengannya kita dapat mencapai tujuan.

Kelima, menjadi rendah hati berarti tahu bahwa diri kita memiliki bagiannya masing-masing, untuk diusahakan (dalam proses hidup), sebab Tuhan memberikan segala sesuatu kepada setiap orang sesuai keperluannya; apa yang dibutuhkan orang lain, belum tentu itu yang kita butuhkan. Tuhan itu adil dan penuh kasih.

Keenam, menjadi rendah hati berarti tahu bahwa diri kita mendapat upah dari apa yang kita kerjakan. Tuhan memberkati orang yang terus berusaha; dan hanya mereka yang percaya kepada-Nya, diberikan kelimpahan. Orang yang bekerja keras dan mengandalkan Tuhan, pasti akan diberkati berlimpah-limpah.

Ketujuh, menjadi rendah hati berarti tahu bahwa diri kita akan mempertanggung jawabkan apa yang kita perbuat (hukum tabur tuai). Ketika kita menabur kebaikan, kita menuai (menerima) kebaikan; ketika kita menabur kesombongan, kita menuai kesombongan; ketika kita menabur kejahatan, kita menuai kejahatan.

Tuhan itu Mahatahu dan Mahaadil; Ia melihat perbuatan- perbuatan yang kita tabur, dan Ia adil karena memberikan kepada kita berdasarkan apa yang kita tabur. Tetaplah rendah hati meski hidup kita berlimpah-limpah. Tetap andalkan Tuhan dalam segala hal, karena dari Dialah kita mendapatkan kehidupan, kekuatan, dan kesempatan.

Doa Penutup: (Jika ada yang ingin di doakan, petugas doa dapat meminta pokok- pokok doa untuk di doakan di kelas).

Jumat, 14 April 2023

 

 

Doa Pembuka Lagu Pujian

Pembacaan Firman Tuhan

Tema: Jangan Jemu-Jemu Berbuat Baik (Galatia 6:9 ).

 

Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.

 

Tujuan Pembacaan: Membentuk sifat berbagi dan peduli sebagai bagian dari nilai-nilai UKI dalam diri dosen dan mahasiswa.

Hampir   setiap   orang   memiliki   pemahaman   tentang   “perbuatan   baik”. Pemahaman setiap orang tentang “perbuatan baik” kadang dilatari oleh budaya,

filsafat, teologi, agama, denominasi, suku, bangsa, dan lain sebagainya. Perbuatan baik menurut seseorang, belum tentu baik jika dipandang oleh orang lain, demikian sebaliknya.

Kitab Suci memiliki penjelasan menarik tentang apa itu perbuatan baik. Tuhan adalah Sumber kebaikan itu. Ia telah menunjukkan kebaikan-Nya kepada manusia dengan menyediakan segala sesuatu. Pemazmur menyatakan: “Bersyukurlah kepada TUHAN sebab Ia baik. Bahwasanya kasih setia-Nya untuk selama-lamanya” (Mzm. 107:1).

Kebaikan Tuhan tampak dari tiga hal yaitu: providensia (pemeliharaan), pengampunan (perwujudan kasih Tuhan yang besar), dan penyelamatan (yang dalam konteks iman Kristen dikaitkan dengan pengurbanan Yesus Kristus di kayu salib sebagai wujud kasih Bapa kepada manusia berdosa). Dari ketiga kebaikan Tuhan di atas, kebaikan yang dapat ditiru oleh manusia (orang percaya) adalah pengampunan(mengampuni). Mengapa? Karena Tuhan telah terlebih dahulu mengampuni kita maka kita pun harus mengampuni sesama kita. Itulah salah satu perbuatan baik manusia yang bersumber dari Tuhan.

Orang Kristen memahami “perbuatan baik” yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Artinya, perbuatan baik yang dilakukan (berdasarkan pemahaman tadi) mengikuti standar Tuhan. Perbuatan baik yang dilakukan oleh orang Kristen bersumber dari Kitab Suci. Tidak ada hambatan baginya untuk menerapkan segala bentuk perbuatan baik. Apa yang baik menurut Tuhan pasti berguna (bermanfaat) dan berpengaruh bagi manusia yang beriman kepada-Nya. Apa

 

yang baik menurut manusia belum tentu baik menurut Tuhan; perbuatan baik yang ditetapkan Tuhan, pasti menyenangkan hati-Nya ketika kita melakukannya dengan tulus dan jujur.

Di masa sekarang, kita melihat orang-orang dengan berbagai jenis karakternya, berlomba-lomba berbuat baik. Tak jarang, perbuatan baik mereka memiliki motivasi yang terselubung; berbuat baik karena “ada maunya”. Pada prinsipnya, iman Kristen mengajarkan bahwa berbuat baik tidak perlu dilakukan secara hipokrit (munafik) yaitu berbuat baik karena ada “maunya” (motivasi terselubung). Berbuat baik harus dari hati yang tulus dan penuh kasih. Itulah yang berkenan kepada Tuhan dan menyenangkan hati-Nya.

Perbuatan Baik berdasarkan Teks Galatia 6:9-10, dimana Rasul Paulus menjelaskan tentang apa dan bagaimana berbuat baik kepada sesama manusia. Hal ini dimaksudkan sebagai sebuah pengajaran bahwa orang beriman bukan hanya sekadar beriman kepada Tuhan, tetapi harus tahu bagaimana menunjukkan sikap hidupnya sebagai bukti bahwa ia beriman.

Pertama, Paulus memberi makna pada perbuatan umat di Galatia sebagai perbuatan baik yaitu: “memimpin orang yang melakukan suatu pelanggaran, dengan roh lemah lembut” (ay. 1). Yang memimpin orang yang melakukan pelanggaran adalah seorang yang “rohani”. Mengapa? Karena tidak mungkin orang yang suka melakukan pelanggaran dapat memimpin orang yang juga melakukan pelanggaran. Di sini harus ada perbedaan identitas. Mereka yang beriman harus memimpin orang yang belum beriman.

Kedua, perbuatan baik kedua adalah: “Bertolong-tolongan dalam menanggung beban sesama umat Tuhan! Dengan berbuat demikian, itu sudah memenuhi hukum Kristus” (ay. 2). Menolong sesama yang membutuhkan adalah sebuah perbuatan baik yang dikehendaki Tuhan. Menolong bukan supaya dapat imbalan melainkan karena lahir dari kasih yang tulus tanpa menuntut balasan.

Ketiga, perbuatan baik ketiga adalah: “seseorang yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu” (ay. 6). Saling berbagi adalah hal yang penting terkait dengan perbuatan baik. Apalagi berbagi dengan orang yang telah berjasa pada kita, terutama berjasa dalam mengajarkan firman Tuhan.

Keempat, perbuatan baik keempat adalah: “menabur dalam Roh”. Perbuatan ini merupakan sebuah konsistensi iman seseorang dengan apa yang dilakukannya. Jika mereka yang hidup dalam Roh Kudus, maka ia harus melakukan segala sesuatu di dalam Roh Kudus. Artinya, perbuatan-perbuatan yang dilakukannya selaras dengan kehendak Roh Kudus.

Keempat perbuatan baik di atas perlu dilakukan secara berkelanjutan—tidak jemu-jemu (tidak bosan-bosan). Melakukan perbuatan baik selagi masih ada waktu dan kesempatan, adalah pilihan utama orang percaya. Berbuat baik dimulai dari lingkungan kita, komunitas kita, kepada saudara-saudara kita yang seiman. Selamat berbuat baik ditahun yang baru 2022 keluarga besar UKI, Tuhan bersama kita. (SP)

Doa Penutup: (jika ada yang ingin di doakan, petugas doa meminta pokok-pokok doa untuk di doakan di kelas).