Senin, 3 April 2023

 

Doa Pembuka Lagu Pujian

Pembacaan Firman Tuhan

Tema: mendengar yang benar (Roma 10:17)

 

“Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman

Kristus.”

 

Tujuan Pembacaan: Membentuk sifat bertanggungjawab sebagai bagian dari nilai-nilai UKI dalam diri dosen dan mahasiswa.

 

Dalam  Perjanjian  Baru  “pistis”  adalah  kata  benda  yang  berarti  iman  dan kata kerja “pisteuo” keduanya muncul lebih dari 240 kali, dan kata sifat “pistos

67 kali sebagai sikap yang didalamnya seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk mendapat keselamatan. Iman kepada Yesus Kristus pada dasarnya adalah iman yang percaya akan keselamatan oleh anugrah dari Tuhan, bukan karena perbuatan baik kita.1 Lantas apakah hal ini berarti seseorang yang telah menerima Yesus sebagai Juruselamat dapat secara bebas melakukan dosa? Tentunya tidak.

Untuk dapat meluruskan kesalah pahaman konsep keselamatan oleh anugrah itu sendiri, seseorang harus terus mengalami pertumbuhan iman. Seperti yang dikatakan dalam Yohanes 3:30, kita harus menjadi semakin kecil dan membiarkan Yesus yang semakin besar dalam hidup kita. Caranya adalah dengan bertumbuh dalam pengenalan kita akan Kristus dan pengenalan itu sendiri dapat kita peroleh dari mendengar firman Kristus. “Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya.” (Yakobus 1:23-24).

Sebagai seorang Kristen, tanggungjawab kita pertama-tema adalah kepada Tuhan yang telah menciptakan dan menebus kita dari dosa, serta memelihara hidup kita. Hubungan vertikal ini sekaligus merupakan satu sumber kemampuan manusia untuk bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, kepada saudara seiman dan sesama manusia. Tanpa pertanggungjawaban kepada Allah, maka kita tidak akan mungkin bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada sesama manusia.2 Selanjutnya, kita memiliki tanggung jawab agar hikmat dari firman yang kita dengar tidak berhenti di situ saja, namun diteruskan menjadi perbuatan nyata. Sebab, jika kita tidak melakukannya maka firman itu akan mudah terlupakan. Namun untuk dapat melakukannya, maka kita harus bisa mengingatnya juga. Nah, di sinilah kita dapatkan kaitan yang erat antara mendengar dan melakukan firman. Tanggung jawab kita bukan hanya mendengar dan bukan hanya melakukan firman Kristus, namun keduanya harus dijalankan agar hidup kita semakin berkenan di mata Tuhan.

"Mendengar yang benar" atau “mendengar suara Tuhan“ menegaskan kepada kita bahwa banyak orang mendengar tetapi tidak tahu membedakan yang mana yang benar dan tidak benar. Sumber permasalahan manusia dimulai dari mendengar. Jadi dengan membaca Alkitab yang adalah Firman Tuhan, maka kita sudah mendengar yang benar. Kata kunci dari kata 'mendengar' ini adalah “ketaatan”, maka di dalam membaca firman Tuhan yang sekaligus mendengar suara Tuhan, maka kita harus mentaati Firman Tuhan yang telah kita baca sekaligus kita dengar. Mendengar berarti belajar. Belajar mendapat pengetahuan, pengetahuan membuat orang belajar mengubah perilaku, ketika prilaku berubah orang dapat mengerti tentang Tuhan. Ketika orang mengerti tentang Tuhan tingkat kedewasaan imannya akan tercapai sampai Tuhan memberkatinya dengan kelimpahan Roh Kudus untuk memperlengkapinya dan dipersiapkan Tuhan untuk melayani yang benar sesuai firman Tuhan. Oleh karena itu sebagai dosen dan mahasiswa apakah membaca firman Tuhan sudah menjadi gaya hidup setiap hari?

 

Doa Penutup: (jika ada yang ingin di doakan, petugas doa meminta pokok-pokok doa untuk di doakan di kelas).

 

Tuhan Yesus Memberkati

1 Kristian, A. B. (2019). Makna Iman dalam Perjanjian Baru. Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan, 3(2), 27-33.

2 https://reformata.com/news/view/510/tanggung-jawab-kita-kepada-tuhan

Selasa, 4 April 2023

 

Doa Pembuka Lagu Pujian

Pembacaan Firman Tuhan

Tema: Pengosongan diri (Filipi 2:5-7)

 

“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang haris dipertahankan, melainkan telah mengosongkan dirinya sendiri,

dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia.”

Tujuan Pembacaan: Membangun sikap rendah hati sebagai bagian dari nilai-nilai UKI dalam diri dosen dan mahasiswa.

Bill, seorang mahasiswa, adalah seorang Kristen baru. Menurut pengarang Rebecca Manley Pippert, pada suatu hari Minggu Bill datang ke sebuah gereja di dekat kampus. Ia berjalan tanpa alas kaki serta hanya mengenakan kaos dan jins.

Saat itu kebaktian sudah dimulai, maka ia segera masuk dan menyusuri lorong jalan untuk mencari tempat duduk. Karena tidak menemukan kursi kosong, ia pun duduk bersila di lantai tepat di depan mimbar! Jemaat tampak resah. Tiba- tiba dari bagian belakang seorang majelis yang sudah tua berdiri dari kursinya dan berjalan perlahan dengan tongkatnya ke depan. Semua mata mengikuti langkahnya. Sang pendeta menghentikan khotbahnya, dan kesunyian pun melingkupi tempat itu. Setelah sampai di dekat Bill, lelaki tua itu menjatuhkan tongkatnya dan dengan bersusah payah membungkukkan badan untuk duduk di samping Bill sehingga Bill tidak harus duduk sendirian saat beribadah. Melihat hal itu, banyak jemaat yang hadir menjadi sangat tergerak hatinya.1

Rendah hati, humility, merupakan kesadaran akan kelemahan dan keterbatasan diri sebagai manusia yang berasal dari debu. Kesadaran ini tidak membuat manusia sombong atau merasa lebih tinggi dari orang lain; melainkan belajar menghargai orang lain dan bersikap baik kepada semua orang. Berbeda dengan rendah diri atau minder, rendah hati adalah nilai luhur dan karakter yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya. Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Paulus menggunakan kata ‘kenosis’, bahasa Yunani, artinya mengosongkan diri dari kehendak atau keinginannya sendiri dan menerima kehendak Allah. Kata ini digunakan untuk menggambarkan kerendahan hati Yesus yang berbeda dengan manusia berdosa.

Jika manusia bersikap rendah hati sebagai wujud pengenalan diri yang sejati di hadapan Tuhan, sebaliknya kerendahan  hati Yesus adalah  pengosongan diri dari semua kemuliaan-Nya untuk misi Ilahi bagi manusia yang berdosa. Tidak ada yang dipertahankan Yesus. Tahta kemuliaan yang tidak dapat dijangkau oleh manusia, ditinggalkan Yesus demi mengangkat manusia ke dalam kemuliaan- Nya. Ia mengambil rupa seorang hamba untuk memasuki kehidupan fisik manusia dan merasakan semua penderitaan atau kesusahan hidup manusia fana. Pengosongan diri Yesus adalah wujud ketaatan yang hanya dimiliki oleh Yesus. Natal, hari raya yang mengingatkan pada kehadiran seorang bayi Yesus ke dalam dunia, sebenarnya bukan sekedar peringatan semata; Natal hendak mengingatkan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang harus dipertahankan untuk menempatkan manusia pada kedudukan berderajat tinggi. Natal adalah pengosongan diri, kerendahan hati yang membawa pada ketaatan terhadap kehendak Allah. Motto ‘melayani bukan dilayani hanya dapat dilaksanakan jika memiliki nilai rendah hati. Sebagai dosen dan mahasiswa menjelang Advent minggu ketiga ini dalam perenungan dan refleksi, ‘sudahkah orang lain menyaksikan kerendahan hati dalam diri kita? Sudahkah sikap rendah hati itu membawaku kepada ketaatan sepenuhnya kepada Allah? (YB)

 

Doa Penutup: (Jika ada yang ingin di doakan, petugas doa dapat meminta pokok- pokok doa untuk di doakan di kelas).

1 Pippert, Rebecca Manley. Keluar dari Tempat Garam Masuk kedalam Dunia: Penginjilan sebagai Gaya Hidup, Terj. Jakarta: YKBK 2010

 

Tuhan Yesus Memberkati.

Rabu, 5 April 2023

 

 

Doa Pembuka Lagu Pujian

Pembacaan Firman Tuhan

Tema: Hikmat dan Teknologi (Amsal 1:5)

 

“Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan.”

 

Tujuan Pembacaan: Membentuk sifat bertanggung-jawab sebagai bagian dari nilai-nilai UKI dalam diri dosen dan mahasiswa.

 

Di era disrupsi abad ke-21 ini, perubahan terjadi sangat cepat. Perubahan tersebut merambat kesegala lini kehidupan tanpa kecuali di bidang keagamaan.

Belum lagi ditambah masalah pandemik Covid-19 yang memberikan dampak pada bidang ekonomi, transportasi, teknologi, komunikasi, informasi, dan lain- lain. Perubahan tersebut perlu diantisipasi dengan menguasai keterampilan abad ke-21. Keterampilan yang harus dikuasai meliputi berpikir kritis dan pemecahan masalah, kreativitas dan inovasi, komunikasi, dan kolaborasi. Pengembangan keterampilan abad ke-21 harus dilakukan dengan sengaja oleh pendidik khususnya di perguruan tinggi agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

Yang perlu mendapat perhatian penuh adalah perkembangan teknologi yang begitu cepat membuat manusia dapat begitu mudah memperoleh informasi. Sayangnya teknologi bukannya menjadi sesuatu hal yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melainkan mengalami krisis multi dimensi, diantaranya yaitu, penyimpangan moral seperti cybersex dan cyber-affair, sexting dan pornografi, cyberstalking dan cyberbullying, hal lainnya adalah judi di internet, ini merupakan suatu penyimpangan dalam bentuk kecanduan dalam dunia maya yang dihadapi generasi milenial keatas. Sudah pasti masalah perilaku sangat berhubungan dengan nilai-nilai yang dianutnya ketika teknologi menjadi entitas, maka manusia memiliki identitas ganda. Artinya, kehidupannya jadi berbeda antara dunia nyata dan duni maya.

Oleh karena itu, memasuki era Revolusi Industri 4.0, dosen dan mahasiswa dituntut memiliki “tanggung jawab” dalam menyikapi berbagai perubahan khususnya teknologi yang berkembang cepat, maka setiap perguruan tinggi khususnya UKI harus menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi

 

yaitu, dapat menguasai teknologi dan informasi, serta mengembangkan keilmuannya secara aktif, kreatif, inovatif, adaptif dan berkarakter Kristus dalam aspek moralitas dan spritualitasnya. Mengapa berkarakter Kristus? Teknologi merupakan bagian dari metode Allah sebagai sarana mencapai tujuan keselamatan manusia selama di dunia. Alkitab katakan dalam Amsal 1:5; “Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan.” Maksudnya adalah teknologi harus dikembangkan oleh manusia namun hikmat (pengertian) Allah untuk menggunakannya jauh lebih penting untuk memuliakan Allah. Hikmat Allah yang menuntun seseorang memiliki karakter Kristus untuk memuliakan Allah. Albert Einstein mengatakan bahwa, “Religion without scienceis blind and science without religion is lame” artinya, agama tanpa pengetahuan adalah buta dan pengetahuan tanpa agama adalah lumpuh. Mari kita bertanggung jawab atas kepercayaan Tuhan berikan untuk menggunakan teknologi dan informasi sebagai sarana memuliakan Tuhan dalam tugas-tugas yang dipercayakan kepada kita. (DRK).

Doa Penutup: (jika ada yang ingin di doakan, petugas doa meminta pokok-pokok doa untuk di doakan di kelas).

 

 

Tuhan Yesus Memberkati